http://www.blogger.com/html?blogID=18866661 Edit HTML eruan: Komunikasi Visual Partai yang Anarkis

Tuesday, January 06, 2009

Komunikasi Visual Partai yang Anarkis

Menjelang Pemilihan Umum 2009 ini. Partai-partai yang telah lolos verifikasi berlomba-lomba untuk mengkomunikasikan partainya, dari logo partai, wajah ketua partai hingga caleg di tingkat pusat dan daerah. Komunikasi Merek Partai secara massif ini dimaksimalkan untuk menarik perhatian, simpatik dan dukungan dari pemilih. Tingginya tingkat kepentingan partai akan jumlah suara, memaksa mereka untuk bekerja ekstra keras dalam proses komunikasi ini. Reklame pun mulai tersebar di lini atas dan bawah. Untuk lini atas televisi hanya didominasi oleh beberapa partai besar dengan struktur keuangan yang kuat.

Perang visual justru jelas terlihat sengit pada media luar ruang. Era digital printing memungkinkan billboard, spanduk, poster dan rontek dimaksimalkan sebagai amunisi dalam membombardir area visual pemilih di wilayahnya masing-masing. Penempatan media kemudian menjadi penentu penyampaian komunikasi karena lokasi menentukan kontak dengan pemilih. Semakin mendekati lokasi aktivitas dan rutinitas pemilih akan semakin baik, karena media luar ruang akan semakin sering dilihat.

Pada realitanya penempatan media luar ruang banyak yang dilakukan secara anarkis tanpa mempertimbangkan ekstetika kota. Banyak taman kota yang tiba-tiba ditumbuhi umbul-umbul berbagai warna dan ukuran dengan lebat. Pohon-pohon peneduh di tepi jalan yang tiba-tiba ditempeli rontek dengan foto-foto yang mengalahkan reklame sedot wc. Bahkan beberapa gedung tiba-tiba menghilang karena tertutup barikade giant banner ekstra besar yang memajang seluruh caleg dari sebuah partai dengan keragaman resolusi dan warna foto.

Komunikasi massif dengan orientasi kuantitas ini kian hari kian gencar dalam mengekspansi wilayah promosi mereka. Target audien tidak lagi dipilih secara selektif sehingga mendorong pola strategi komunikasi yang seporadis seperti ditembakan dari senapan mesin ke berbagai arah tanpa fokus yang jelas. Secara logika memang metode ini memungkinkan untuk mengenai target audiens. Dimana pemilih menerima pesan setelah diterpa ratusan poster yang mendominasi visualnya menuju kantor selama seminggu terakhir. Keefektifan yang rendah bagi setiap peluru yang ditembakkan membuat pola kampanye seperti ini menjadi mahal.

Sejatinya, komunikasi pada partai memiliki misi dalam meningkatkan kesadaran merek pemilih akan partai tertentu. Pada pola komunikasi yang berhasil, posisi partai akan mencapai top of mind di benak pemilih. Sehingga saat hari pencontrengan (check list day) tiba, partai yang berada di top of mind inilah yang akan mereka contreng. Tentulah serupa dengan caleg, mereka yang berhasil menduduki posisi top of mind akan mendapatkan suara dukungan dari pemilih.

Realita perang visual di media luar ruang tadi, selain membuat proses komunikasi menjadi mahal. Di mata pemilih beraneka media luar ruang menjadi sampah visual yang mengganggu keyamanan rutinitas mereka. Tak ada lagi taman yang hijau dan rapi, tak ada lagi pohon peneduh yang berkayu coklat dan hilangnya beberapa karya arsitektur yang telah menjadi bagian dari landskap kota selama bertahun-tahun. Gangguan yang berlangsung setiap hari hingga hari pencontrengan tiba ini mampu memberikan efek positif bagi pada komunikasi yaitu mampu membawa partai dengan pesan logo, ketua partai dan caleg ke posisi top of mind, namun dengan kesan (image) merek yang negative yaitu sampah visual yang mengganggu. Dampaknya pemilih akan mengingat partai/caleg dalam posisi top of mind sebagai pilihan yang harus dihindari pada hari pencontrengan (check list day).

No comments: